Ibarat sebuah generator yang mati,
sebongkah hati perlu ada supply energi
dalam menghidupkannya. Alternatif energi itu bisa berasal dari dalam diri
manusia, yakni berupa semangat, passion, dan
niat yang kuat. Adapun sumber dari luar berupa dorongan dan motivasi orang lain
untuk selalu bergerak maju dalam menghadapi segala hambatan. Karena hati adalah
sumber pergerakan yang mengatur segala aktivitas manusia, sehingga perlu dijaga
kondisinya.
“Sesungguhnya
di dalam jasad manusia ada segumpal darah, apabila dia berfungsi dengan baik,
maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh.
Ketahuilah, segumpal darah itu adalah Qolbu (hati).” –(HR. Bukhari Muslim)-
Seberat apapun kaki melangkah, jika
dibarengi dengan hati yang penuh semangat maka perjalanan hidup akan terasa
mudah. Penderitaan yang dilalui dengan perjuangan akan menciptakan suatu
kondisi yang menyenangkan meski melalui proses yang tidak instan. Kadang aku berpikir,
”Bagaimana cara menjalani hidup dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah dalam
menghadapi masalah?” Inisial DUIT [Doa Ikhtiar Iman dan Takwa] bisa
menjawabnya. No pain no gain, sebuah
kesuksesan memiliki nilai pengorbanan di atasnya.
Ayah, lelaki pertama yang mencintaiku
secara tulus, memberikan contoh perjuangan hidup yang berat dan menjadi sumber
inspirasi hidupku selama ini. Meski telah tiada, semangat hidupnya masih
melekat dalam jiwa. Sebagai anak pertama, beliau mengemban amanah yang tidak
ringan karena kakek sudah tiada. Meski demikian, beliau selalu menorehkan
prestasi yang membanggakan. Kuliah di Institut ternama di Bandung tak
membuatnya terlena. Kuliah sambil berkerja merupakan kebiasaan yang
menyenangkan bagi beliau. Bahkan, usai menamatkan pendidikan beliau masih
berkewajiban untuk membiayai perkuliahan adiknya di institut yang sama
dengannya.
Perjalanan cinta Ayahku pun penuh
onak dan duri. Tak mudah, saat hati Ayahku terpaut dengan hati Ibuku yang
berstatus Ibu Rumah Tangga beranak empat. Ibuku-pun akhirnya bercerai dan
menikah dengan Ayah dengan kondisi hati yang tidak berkenan. Ibuku harus
memisahkan anaknya dari suaminya yang pertama. Kehidupan baru Ibu bersama
Ayahku menghasilkan benih cinta dengan kehadiranku di dunia. Kasih sayangnya
yang melimpah terus terjaga hingga akhir hayatnya. Kebersamaanku dengan Ayah
berakhir pada saat umurku mendekati dua tahun. Januari 1991, sebuah episode
kehidupan baru yang harus aku tempuh tanpa sosok Ayah yang menemaniku.
Sekali lagi, semangat hidupnya masih
menyala hingga kini. Saat Ayah berjuang untuk melawan keganasan kanker di dalam usus, beliau kuat menggendongku di
pundaknya. Beliau tak peduli dengan kesakitan dan kepahitan yang diderita. Hal
yang membuatnya tersenyum adalah saat ia melihatku tersenyum dan menangis. Deretan
memori yang takkan terlupakan. Semuanya terekam dalam kesaksian foto-foto Ayah
bersamaku.
Sejuta mimpi dan semangat akan tercipta dalam sanubariku. Tanpa Ayah, pembangkit semangat hatiku mungkin akan redup, sulit menemukan cahayanya. Aku-pun melekatkannya dengan doa, agar semangat itu terus menyala. Bahkan, ketika aku mencintai sosok selain Ayah, aku berharap agar rasa semangat yang tercipta karena bermuara ke keridhoan-Nya. Aku tak ingin jiwa dan hatiku terluka karena kontaminasi. Sebuah kondisi yang sulit aku hindari saat muara hati berbelok ke arah-arah yang sulit aku pahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar